Jumat, 25 Maret 2011

Pemerintah Peduli Lingkungan?


Sebelum kotamadya Tangerang Selatan memisahkan diri dari kabupaten Tangerang, sampah bukanlah masalah bagi masyarakat. Namun setelah memisahkan diri, sampah adalah masalah utama. Berbagai program dilontarkan oleh pemerintahan, namun tetap saja masalah sampah tidak bisa diatasi. Sampai akhirnya saya kebingungan mencari tempat untuk membuang sampah. Karena pekarangan rumah saya sangat sempit, dengan terpaksa saya membuang sampah dimana saja,di pinggir jalan, di  lahan kosong entah milik siapa, dengan perasaan was-was dan malu jika ditegur orang.


Di pinggir jalan raya Serpong Lama, tepatnya sebelum Kantor Pos hingga sebelum Kantor Kecamatan Serpong, jika menuju ke arah Bumi Serpong Damai, sebelumnya sangat nyaman. Pagar bambu hidup yang banyak tumbuh memberikan hawa segar dan suasana sejuk. Namun semenjak tangsel berdiri, suasana itu berubah, tumpukan sampah menimbulkan bau busuk.

Jika melihat gambar di atas, anda pasti sangat setuju dengan saya. Apa yang dikerjakan oleh pemerintah dalam menangani sampah? Ditambah lagi, gedung pemerintahan Kantor Kecamatan Serpong, berdiri sangat dekat. Kalau kita tanyakan sekarang ke pemerintah, pasti akan banyak jawaban yang kecendrungannya tidak memuaskan. 

Walikota tangsel sudah dipilih oleh masyarakat tangsel dan sudah ditetapkan oleh KPUD kemarin. Masalah sampah ini bisa kita jadikan tolak ukur untuk menilai apakah masyarakat tangsel sudah tepat memilih pemimpinnya? Dan apa betoel pemimpin yang dipilih melalui mekanisme pemilu peduli dengan rakyat? Peduli dengan lingkungan?. Saya mengajak anda untuk mengingatkan pemerintah jika pemerintah berbuat salah. Jika pemerintah tetap tidak peduli, saya yakin kita bisa mengurus diri dan lingkungan kita sendiri.

Sabtu, 19 Maret 2011

Keselamatan Rakyat Nomor Satu?


Tiga bulan yang lalu saya melintasi jembatan di Jl. Raya Serpong Lama - Tangerang Selatan, tepatnya setelah SMPN Negeri 1 Serpong dan sebelum Kuburan Keramat Tajug, jika akan menuju BSD. Jembatannya lebar namun ada lubang yang lumayan lebar dan cukup panjang ditengah-tengah jembatan, ditambah lagi sekitarnya gelap karena lampu penerangan jalannya mati. Terbayang saat itu jika ada sepeda motor yang melintas dan salah satu rodanya terperosok ke lubang tersebut, bisa dipastikan akan langsung terjatuh dan mungkin pengendaranya akan mengalami luka yang cukup berat, bahkan kehilangan nyawa.



Jika anda melihat foto di atas yang saya ambil tadi pagi, berapa kira-kira biaya perbaikannya menurut anda? Yang jelas tak sebanyak biaya penyelenggaraan pilkada maupun pilkada ulang. Lalu berapa waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan itu?. Bandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pilkada ulang di Tangerang Selatan. Dari pilkada hingga pilkada ulang butuh waktu kurang lebih tiga bulan. Rumit manakah antara perbaikan jalan dan penyelenggaraan pilkada ulang?. Pertanyaan selanjutnya, “kok bisa yang lebih rumit dan banyak memakan biaya bisa lebih cepat selesainya?”.

“Jalan tersebut meskipun ada di wilayah Tangerang Selatan, merupakan jalan provinsi. Provinsi yang bertanggung jawab dan berwenang untuk memperbaikinya, kami sudah melakukan koordinasi dengan pihak provinsi”. Begitulah jawaban para pejabat dan pemimpin yang saya, juga mungkin anda sudah hapal betul. Jawaban yang kurang memuaskan, cenderung cuci tangan dan lembar tanggung jawab serta tidak ingin disalahkan.

Sekali lagi kita melihat bahwa rakyat tidak ada harganya bagi pemerintah, sampai-sampai nyawa rakyat yang terancam dibiarkan begitu saja. Apa betoel keselamatan rakyat nomor satu?.